Diberdayakan oleh Blogger.
.
RSS
Tampilkan postingan dengan label Kabar Badminton. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kabar Badminton. Tampilkan semua postingan

Sabet Gelar Pertama, Hendra/Ahsan Makin Percaya Diri



(Kuala Lumpur, 20/1/2013) Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan mengawali tahun 2013 dengan prestasi membanggakan di ajang Malaysia Open Super Series 2013. Pasangan ini berhasil merebut gelar pertamanya sejak dipasangkan setelah Olimpiade London 2012.

Hendra/Ahsan membawa pulang hadiah prize money sebesar 31,600 dolar AS setelah di babak final mengalahkan unggulan keenam asal Korea, Lee Yong Dae/Ko Sung Hyun, dengan dua gim langsung, 21-15, 21-13.

“Hasil ini merupakan awal yang baik untuk kami. Lewat kemenangan ini kami makin percaya diri. Selanjutnya kami akan fokus untuk All England” kata Hendra yang dijumpai di Stadium Putra Bukit Jalil, Kuala Lumpur.

Hendra sebelumnya berpasangan dengan Markis Kido dan merupakan peraih medali emas Olimpiade Beijing 2008. Sebelum berpisah, Kido/Hendra meraih gelar juara di Australia GP Gold dan Singapore Super Series 2012.

Sementara Ahsan merupakan mantan pasangan Bona Septano. Keduanya memang sepakat untuk berpisah setelah Olimpiade London 2012. Bersama Bona, prestasi terbaik Ahsan adalah menjadi juara Indonesia GP Gold dan semifinalis Kejuaraan Dunia 2011, serta medali emas SEA Games 2011.

“Saya lebih tenang berpasangan dengan Hendra karena dia lebih senior dan berpengalaman. Bona juga pemain yang bagus, namun saat berpasangan kami tidak bisa mencapai hasil maksimal jadi kami memutuskan berpisah” jelas Ahsan.

Hendra/Ahsan memulai debutnya di turnamen Denmark Open Super Series Premier 2012 lalu. Keduanya mampu menembus babak semifinal dan menumbangkan sederet pasangan unggulan. Sebelum berpasangan resmi, keduanya juga pernah berlaga di ajang Axiata Cup 2012. Namun pada tiga turnamen terakhir di Perancis, Hong Kong dan Korea, Hendra/Ahsan tak menunjukkan performa yang maksimal.

Gelar di level super series kali ini menjadi penyemangat bagi Hendra/Ahsan untuk lebih berprestasi. Saat ini Hendra/Ahsan berniat memperbaiki peringkat mereka yang kini ada di posisi 66 dunia. Dengan menjuarai turnamen Malaysia Open ini, Hendra/Ahsan akan mendapat 9200 poin untuk mendongkrak rangking mereka.

“Tahun ini target kami masuk delapan besar dunia. Kedepannya kami harus jaga kondisi dan latihan lebih keras, jangan sampai kendor” ujar Hendra menambahkan.

Selain akan berangkat ke All England pada Maret mendatang, Hendra/Ahsan juga dijadwalkan untuk berlaga di turnamen Swiss Open Grand Prix Gold 2013. 

Source : Badminton Indonesia

Keajaiban Sudirman Cup Tahun 1989



Apa yang membuat seseorang mempunyai mental juara? Kenapa seseorang ingin melakukan semua pengorbanan yang berat? Kenapa?  Darimana awal datangnya?

Pembentukannya yang keras membuatnya jadi punya mental juara, fisik yang prima, dan juga daya juang yang heroik, bahkan sejak masih di usia sangat muda. Salahsatu bukti kebesaran Susi Susanti adalah kegemparan yang terjadi di Piala Sudirman, Mei 1989 di Istora Senayan…

Banyak orang yang mungkin sulit percaya hal itu bisa terjadi. Dan mungkin ini adalah salahsatu peristiwa paling menakjubkan sepanjang sejarah sport dunia.

Sudirman Cup adalah piala beregu seperti Thomas dan Uber Cup, tapi campuran, laki-laki dan perempuan. Di final Indonesia berhadapan dengan Korea, yang baru saja berhasil mempermalukan raksasa China. Stadion Istora Senayan dipenuhi ribuan pendukung fanatik Indonesia yang mengibarkan-ngibarkan bendera kecil Merah Putih.

Awal yang kurang beruntung bagi tim Indonesia. Malam itu, di dua partai pertama, Indonesia langsung tertinggal 0-2. Pasangan Eddy Hartono / Gunawan dalam pertempuran yang sengit dikalahkan ganda legendaris Korea, Park Joo Bong / Kim Mon Soo 9-15 15-8 13-15. Verawaty Fajrin / Yanti Kusmiati ditaklukan Hwang Hye Young / Chung Myung Hee dua set langsung, 12-15 6-15. Satu partai lagi buat Korea, dan semuanya akan berakhir. Para penonton Indonesia sudah hampir kehilangan harapan.

Di partai ketiga yang menentukan, turun bertanding pemain muda cemerlang, Susi Susanti, umurnya baru 18 tahun. Dia akan melawan Lee Young Suk. Masih begitu muda, tapi nasib Indonesia sudah ada di pundaknya.

Sayang, set pertama Susi dikalahkan dengan angka tipis 10-12. Dan di set kedua, para pendukung Indonesia sudah putus harapan. Susi tertinggal jauh, dari 0-4, 3-6, 6-6, sampai akhirnya 7-10.

Hanya tinggal 1 angka lagi. Semua penonton sudah tertunduk lesu, kita sudah kalah. Beberapa penonton terlihat sudah mulai meninggalkan tempat duduknya. Tapi sesuatu terjadi.

Susi tidak menyerah, dia tidak mengendurkan semangatnya sedikitpun. Malah walaupun ini akan jadi satu angka yang terakhir, justru dia akan bertempur habis-habisan. Pemain Korea itu tidak akan menang dengan seenaknya. Walau hanya 1 angka, Susi akan menunjukkan pada dunia bahwa dia tidak pernah menyerah begitu saja. Dan pelan-pelan, angka Susi bertambah. Satu poin, demi satu poin. Penonton terheran-heran, apa yang terjadi?

Tapi angkanya terus saja bertambah, dan penonton mulai bangkit lagi harapannya dan bertepuk tangan. Perlahan-lahan muncul rasa bangga di hati mereka melihat perjuangan Susi Susanti. Mereka tahu, bahwa walaupun kalah, Susi akan menjadi juara di hati mereka, pahlawan mereka yang tidak pernah menyerah, demi Indonesia.

Tapi angka Susi Susanti terus bertambah, malah makin mendekati angka Lee Young Suk. Pemain Korea itu mulai terlihat gugup, dan penonton Indonesia makin terbakar semangatnya. Apakah mungkin kali ini Susi akan menang?

Dan akhirnya keajaiban pun terjadi! Susi memperkecil ketinggalan angkanya sampai akhirnya dia menyamakan kedudukan, 10-10! dari 7-10, jadi 10-10! Benar-benar sebuah daya juang yang tiada bandingannya.

Sekarang sudah tidak ada lagi yang mampu menghentikannya. Lee sudah jatuh mentalnya. Dia mungkin juga tidak habis pikir apa yang terjadi. Dengan serang-serangan yang mematikan Susi akhirnya menyudahi pertarungan dramatis itu, 12-10.

Dan di set ketiga, daya juang Lee sudah lenyap. Susi membantai Lee tanpa ampun 11-0, tanpa perlawanan. Ada cerita mengatakan bahwa pimpinan pelatih Korea kalap dan frustasi sampai dia kehilangan akal, menyumpah-nyumpahi Lee Young Suk bahkan memukulnya di depan banyak orang.

Setelah pertarungan ini, seluruh tim Korea kolaps. Tim Indonesia sudah benar-benar diatas angin. Edy Kurniawan menang telak dari Han Kok-Sung 15-4 dan 15-3. Ganda campuran Eddy Hartono / Verawaty menghabisi Park Joo Bong / Chung Myung Hee 18-13 dan 15-3. Indonesia berjaya. Kita menang!

Anda bayangkan Korea yang sekarang negerinya sangat maju, bisa dihancurkan semangatnya oleh para pemain bulutangkis Indonesia.

Sumber : http://www.facebook.com/mbuyaknangin

Edi/Melati Raih Juara WJC 2012



Ganda campuran Edi Subaktiar/Melati Daeva Oktavianti mengukuhkan diri menjadi juara World Junior Championship, di Chiba Jepang pada hari Sabtu (3/11).

Di final Edi/Melati mengalahkan rekan senegaranya, Alfian Eko Prasetya/Shela Devi Aulia dengan skor 21-17, 21-13.

Keunggulan Edi/Melati sudah terlihat di awal permainan di mana keduanya memimpin perolehan skor hingga 8-1. Alfian/Shela seolah bermain anti klimaks jika dibandingkan dengan penampilannya kemarin malam di semifinal.

“Kami sudah tahu pola main mereka seperti apa, jadi banyak serang di kekurangan mereka. Apalagi Alfian/Shela tidak terlalu memberikan perlawanan yang ketat, karena sepertinya Shela sudah kelelahan” kata Melati yang ditemui setelah penyerahan medali.

Kemenangan Edi/Melati sekaligus mematahkan harapan Alfian untuk mempertahankan gelar juara dunia junior yang diraihnya tahun lalu bersama Gloria Emanuelle Widjaja. Tahun ini ia harus puas di posisi runner up.

Sumber :PBSI